LOVEACEH.COM – Canang Ceureukeh adalah alat musik tradisional yang berasal dari Kota Lhokseumawe, Provinsi Aceh.
Alat musik ini termasuk dalam jenis perkusi dengan bilahan yang terbuat dari kayu dan ditabuh menggunakan kayu atau stik.
Canang Ceureukeh memiliki sejarah panjang dan kaya yang erat kaitannya dengan kehidupan masyarakat agraris di Aceh.
Sejarah dan Fungsi Canang Ceureukeh
Menurut Nurlaila Hamjah, Kepala Bidang Bahasa dan Seni Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh, Canang Ceureukeh dahulu dimainkan oleh para petani di sawah sebelum masa panen.
Alat musik ini digunakan untuk mengusir hama burung yang mengancam tanaman padi.
Tradisi ini tidak hanya menjadi bagian dari aktivitas sehari-hari petani, tetapi juga mencerminkan kebersamaan dan kekompakan komunitas agraris pada masa itu.
Namun, seiring perkembangan zaman, keberadaan Canang Ceureukeh semakin langka.
Kurangnya pengenalan dan branding kepada generasi muda membuat minat terhadap alat musik ini menurun drastis.
Nurlaila Hamjah mencatat bahwa Canang Ceureukeh kini jarang dimainkan dan bahkan sesekali hanya digunakan sebagai alat pengiring musik dangdut.
Upaya Pelestarian dan Pengakuan Canang Ceureukeh
Pemerintah Lhokseumawe berharap dapat mendaftarkan Canang Ceureukeh dalam Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) ke-8 yang akan dilaksanakan pada bulan Agustus mendatang.
Upaya ini diharapkan dapat mempertahankan eksistensi alat musik tradisional ini dan meningkatkan pengetahuan generasi muda mengenai tradisi khas Lhokseumawe.
Pada tahun 2022, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi RI menetapkan Canang Ceureukeh sebagai salah satu dari 17 karya budaya yang diusulkan Pemerintah Aceh untuk menjadi Warisan Budaya Tak Benda (WBTB).
Pengakuan ini memberikan harapan baru bagi pelestarian Canang Ceureukeh agar tidak punah dan terus berkembang.
Suara dari Pengrajin Alat Musik Tradisional
Muhammad Isa Daud, atau lebih dikenal sebagai Utoh Amad, adalah seorang pengrajin alat musik tradisional yang kini tinggal di Desa Paya Teungoh, Kecamatan Simpang Keuramat, Kabupaten Aceh Utara.
Utoh Amad telah membuat alat musik tradisional selama belasan tahun dan memiliki banyak pelanggan dari dalam dan luar daerah.
Ia menuturkan bahwa tradisi memainkan Canang Ceureukeh telah ada sejak ia kecil dan diwariskan secara turun temurun.
Namun, Utoh Amad juga menyayangkan bahwa banyak masyarakat, terutama generasi muda, yang tidak lagi mengenal Canang Ceureukeh.
Ia menekankan pentingnya peran masyarakat dalam memperkenalkan warisan budaya ini kepada anak cucu agar tidak hilang ditelan zaman.
Harapan dan Masa Depan Canang Ceureukeh
Dengan pengakuan sebagai WBTB dan upaya pelestarian yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat, ada harapan besar bahwa Canang Ceureukeh akan tetap hidup dan dikenal oleh generasi mendatang.
Diharapkan pihak pemerintah dapat terus memperkenalkan alat musik tradisional ini kepada anak-anak bangsa, sehingga warisan budaya yang kaya ini tidak terlupakan.
Pelestarian Canang Ceureukeh bukan hanya soal menjaga sebuah alat musik tradisional, tetapi juga menjaga identitas dan warisan budaya Aceh yang berharga.
Melalui kesadaran kolektif dan upaya bersama, Canang Ceureukeh bisa terus dimainkan, dinikmati, dan dihargai sebagai bagian dari kekayaan budaya Indonesia.
Kesimpulan
Canang Ceureukeh, alat musik tradisional dari Lhokseumawe, Aceh, merupakan warisan budaya yang memiliki sejarah dan fungsi penting dalam kehidupan masyarakat agraris.
Dulu, alat musik ini dimainkan oleh petani untuk menjaga tanaman dari hama burung. Namun, seiring perkembangan zaman, keberadaan Canang Ceureukeh semakin langka karena kurangnya minat dan pengenalan kepada generasi muda.
Upaya pelestarian sedang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat setempat, termasuk mendaftarkan Canang Ceureukeh dalam Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) dan pengakuan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi RI.
Pengrajin tradisional seperti Utoh Amad terus berperan dalam menjaga tradisi ini agar tetap hidup.
Harapan besar tertumpu pada upaya bersama pemerintah, masyarakat, dan pengrajin untuk memperkenalkan dan melestarikan Canang Ceureukeh.
Dengan demikian, alat musik ini tidak hanya akan bertahan tetapi juga akan berkembang dan dikenal oleh generasi mendatang sebagai bagian integral dari kekayaan budaya Aceh dan Indonesia.
Melalui kesadaran kolektif dan komitmen pelestarian, Canang Ceureukeh akan terus menjadi simbol identitas dan kebanggaan budaya lokal yang patut dijaga dan dilestarikan.